Pengertian drama satu babak beserta contohnya
Sobat tentu pernah menonton drama di televisi atau
di panggung aslinya. Sebagai
sebuah tontonan, dalam drama, dialog dan konflik menjadi
hal yang sangat penting
(inilah yang membedakannya dengan prosa). Lalu, apa
sajakah hal-hal yang perlu kita
siapkan untuk naskah drama? Untuk dapat‘menulis sebuah
naskah drama, Sobat dapat
melalui berbagai tahap kegiatan, di antaranya: mengenali
konflik dalam cerita yang pernah
ditonton, mengenali ciri naskah drama, menyimpulkan ciri
naskah drama sehingga dapat
merefleksikan ide untuk bahan penulisan naskah drama,
berlatih menulis kreatif naskah
drama satu babak kemudian berlatih mengomentari naskah
drama yang disusun. Kegiatan
pembelajaran berikut ini dimaksudkan supaya Sobat mampu
menulis drama satu babak
dengan memperhatikan keaslian ide dan kaidah penulisan
naskah.
Aktivitas pembelajaran yang harus Sobat lakukan untuk
menguasai kompetensi menulis
drama satu babak adalah (1) mengenali konflik dalam
cerita, (2) mengenali perbedaan konflik
naskah drama, (3) mengenali kaidah naskah drama, (4)
menulis kreatif naskah drama satu
babak, dan (5) mengomentari naskah drama yang
disusun.
Contoh teks drama satu babak
Pelaku : Anton - Pemimpin
redaksi majalah dinding
Rini - Sekretaris redaksi
Wilar - Wakil pemimpin redaksi
Trisno - Karikaturis
Kardi - Pelajar, Eseist
majalah dinding
Cerita : Anton tampak berwajah
kusut hari minggu itu, segera lari ke sekolah sesudah
mendengar berita dari Wilar
bahwa majalah dinding dibreidel oleh Kepala Sekolah
gara-gara Trisno karikaturis,
mengejek Pak Kusno, Guru Karate
Anton : Kardi
Kardi : Ya!
Anton : Kau ada waktu nanti
sore?
Kardi : Ada apa, sih?
Anton : Aku perlu bantuanmu.
Menyusun surat protes itu.
Rini : Kurasa tak ada gunanya,
kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, Kepala Sekolah kita
bukan guru lagi. Bukan
pendidik. Ia berlagak penguasa.
Kardi : Itu tafsiranmu, Rin.
Menurut dia, tindakannya mendidik.
Anton : Mendidik, tetapi
mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-anaknya sendiri.
Kardi : Masa begitu?
Anton : Kalau mendidik anaknya
sendiri, kan tidak begitu caranya.
Kardi : Tentu saja tidak. Ia
bertindak, dengan caranya sendiri.
Rini : Sudahlah. Kalau kalian
menurut aku, sebaiknya kita protes diam. Kita mogok. Nanti
kalau sekolah kita tutup
tahun, kita semua diam. Mau apa Pak Kepala Sekolah itu,
kalau kita diam. Tenaga inti
masuk staf redaksi semua.
Anton : Tapi masih ada satu
bahaya.
Rini : Bahaya?
Kardi : Nasib Trisno,
karikaturis kita itu?
Anton : Bisa jadi dia akan
celaka.
Rini : Lalu?
Anton : Kita harus selesaikan
masalah ini.
Rini : Caranya?
Anton : Kita harus buka front
terbuka.
Kardi : Itu tidak taktis,
Bung!
Anton : Habis kalau kita main
gerilya kita kalah. Dia masih bisa main tangan besi lewat wali
kelas.
Kardi : Baik. Tapi front
terbuka juga berbahaya.
Rini : Orang luar bisa tahu.
Sekolah cemar.
Kardi : Betul.
Anton : Apakah sudah tak ada
jalan keluar lagi? Kita mati kutu?
Kardi : Ada. Tapi jangan
grusa-grusu. Kita harus ingat, ini bukan perlawanan melawan musuh.
Kita berhadapan dengan orang
tua kita sendiri, di rumah sendiri. Jadi jangan asal
membakar rumah, kalau marah.
Anton : Baik filsuf! Apa
rencanamu.
(Trisno masuk, nafasnya terengah-engah.
Peluhnya berlelehan).
Rini : Engkau dari mana Tris?
Anton : Dari rumah Pak Kepala
Sekolah?
Kardi : Dari rumah Pak Kepala
Sekolah kita? Kau dimarahi?
Trisno : Huuuhh. Disemprot
ludah pagi hari.
Rini : Mau apa kau ke sana?
Kan tak dipanggil?
Anton : Engkau goblok Tris.
Masa pagi-pagi ke sana.
Kardi : Sebaiknya engkau tidak
ke sana sebelum berembug dengan kita.
Rini : Haaah. Individualisme
itu coba dikurangi. Kita kan merupakan tim.
Anton : Engkau memang selalu
begitu tiap kali.
Trisno : Belum tahu sudah
nyemprot.
Kardi : Pak Kepala ke rumahmu?
Trisno : Ya. Terus aku mau
rembugan bagaimana dengan kalian? Belum bisa bernafas sudah
dicekik. Kok suruh rembugan
dulu.
Rini : Ibumu tahu?
Trisno : Untung mereka ke
gereja pagi.
Anton : Terus?
Trisno : Pokoknya aku didesak,
ide itu ide siapa. Sudah dapat izin dari kau apa belum?
Anton : Jawabmu?
Trisno : Aku katakan itu ide
itu ideee …..
Anton : Ide Anton …..
Trisno : Ide Albertus Trisno
sang pelukis! Dengan?
Rini : Tapi, kau bilang sudah
ada persetujuan dari pemimpin redaksi?
Trisno : Tidak, Rin.
Anton : Kau bilang apa?
Trisno : Aku bilang bahwa
tanpa sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya,
tanggung jawab saya. Dengar?
Kardi : Edaaan. Pahlawan ini
benar?
Rini : Ooooo, hebat kau Tris,
bahagialah Yayuk yang punya kekasih macam kau.
Trisno : Ah, Rin, nanti aku
tidak bisa tidur kau bilang Yayuk pacarku.
Anton : Kenapa kau bilang
begitu. Kau menghina aku, Tris? Aku yang suruh engkau melukis itu.
Aku penanggung jawabnya.
Akulah yang mesti digantung ….. bukan kau.
Kardi : Lho. Lho, sabar,
sabar, sabar.
Anton : Ayo, kau mesti ralat
pernyataan itu.
Trisno : Begini Ton, maksudku,
agar kau …..
Anton : Tidak ….. aku tidak
butuh perlindunganmu. Aku mesti digantung, bukan kau.
Trisno : Begini Ton, maksudku,
bahwa aku telah …..
Anton : Sudah! Aku tahu, kau
berlagak pahlawan, agar orang-orang menaruh perhatian padamu,
sehingga dengan demikian kau …..
Rini : Anton! Ini apa. Ini
apa?
Kardi : Anton. Sabar. Kau mau
bunuh diri apa bagaimana. Mana sedang gawat malah bertengkar
sendiri.
Rini : Ayo dong Laaar, mana
dia. Kau ini ngejek!
Anton : Kau bertemu dia, pagi
ini?
Wilar : Dia mau!
Anton : Mau.
Rini : Mau?
Wilar : Jelas. Malah dia
berkata begini. Aku wali kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab atas
perbuatan kalian terhadap Pak
Kusno itu. Tapi, kalian tak boleh bertindak sendiri. Diam saja.
Aku yang akan maju ke Bapak
Kepala Sekolah. Aku akan menjelaskan, bahwa Pak Kusno
memang kurang beres. Tapi
kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri-sendiri main coratcoret,
atau membikin onar, kalian
akan kulaporkan ke Polisi …..
Rini : Pak Lukas memang guru
sejati. Mau melibatkan diri dengan problem anak anaknya. Dia
sungguh seperti bapakku
sendiri.
Anton : Dia seorang bapak yang
melindungi, sifatnya lembut seperti seorang ibu …..
Trisno : Bagaimana kalau dia
kita juluki, Pak Lukas sang penyelamat…..
Semua : Setujuuuuuuu!
Kardi : (Termenung)
Rini : Ada apa filsuf?
Kardi : Sekarang sampailah
kesimpulan tentang renungan-renunganku selama ini …..
Anton : Waaahhhh!
Rini : Renungan apa Di?
Trisno : Renungan apa lagi
…..?
Kardi : Bahwa….. bahwa
kreativitas, ternyata ….. ternyata, membutuhkan perlindungan.
var jumlah = 4
terimakasih atas informasinya. saya ingin bertanya, drama satu babak itu boleh lebih dari 1 setting tempat dan waktu?
ReplyDelete